2015/09/05

Tanpa Nama



Ini kisahku, pengalamanku, imajinasiku, dan harapanku. Kutuangkan semua dalam suatu buku “kehidupan”, menurutku. Dengan dibantu sebuah pena dan selembar kertas, jari – jemari ku memulai aksinya. Menulis sepatah demi sepatah kata, membentuk sebuah kalimat dan akhirnya menjadi sebuah cerita.
ööö
H
ari ini merupakan hari yang berbeda untukku. Hari pertamaku memulai kehidupan SMA. Akhir SMP sudah kuputuskan, tambah tingkatan, tambah level, ya pastinya tambah pengalaman! “Life is an Adventure
Begitulah yang ku pikirkan seminggu yang lalu. Tapi, ini... Apa – apaan? Kehidupan sekolah seperti apa ini? Kenapa bisa ada sistem bodoh seperti Bullying?? Sebagian anak beranggapan bullying diterapkan untuk menguji dan melatih mental seorang anak. Ada juga yang melakukannya untuk bersenang – senang. Dari menyembunyikan sesuatu, mencuri, atau pun menuduh korban. Tapi, tahukah kalian... Jika banyak kwalitas anak sekolah menjadi menurun dalam kompetisi dan menjadi lebih sukar mengeluarkan pendapat bahkan berucap dan berkomunikasi dalam kondisi biasa?
“Hey, si Muram! Sudah muram tambah melamun! Jelek banget!” Ucap teman sekelas yang duduk di depanku.
Aku paling malas berurusan dan menghiraukan tipe orang seperti itu. Lagipula, bingung juga baiknya jawab apa untuknya. Jawab ini atau itu atau apapun juga pasti akan salah.
“Batu banget! Gue nanya lu kacangin. Suram banget sih lu!” lanjutnya kesal dengan nada tinggi.
“Udeh lah.. Mel, elu ngomong ape juga kaga bakal didengerin sama tu orang bego! Entar malah lu ketularan suram gara – gara marah sia – sia ke dia!” ucap temannya .
Ini permulaan masa SMA, tapi untuk menjalani 3 tahun di SMA ini, apa aku bisa? Kenyataannya lebih susah dari sinetron atau cerita fiksi. Apakah keajaiban itu ada?
“Akh sial!” gerutuku di kamar.
Besok ulangan – ulangan harian mulai berdatangan, tapi jangankan belajar, keinginan untuk masuk pun tidak ada. Padahal saat SMP, belajar dan membaca adalah hobiku. Mungkin juga pengaruh Ibu yang seorang guru dan Ayah yang seorang Journalis.
“Tasya, Kamu belum tidur, nak? Besok ‘kan kamu berangkat pagi. Belajarnya sudah dulu lah.” Kata Ibu.
Saat Ibu yang tidak tahu kenyataannya berkata begitu, aku merasa sangat bersalah padanya. Bagaimana aku bilang padanya? Apa reaksinya nanti jika Ibu tahu aku menjadi objek Bullying? Ditambah perasaan malu pada adikku yang selalu mengagumiku. Hatiku sesak saat berpikir masa depanku nanti. Aku anak sulung, Ayah bilang dalam pertandingan sepak bola, aku adalah penyerang sekaligus keeper, masa depanku menentukan masa depan keluarga dan masa depan adikku.
Lalu, hasil ulangan pun dibagikan. Seperti yang ku duga sebelumnya, nilai ku down. Menyebabkan Ayah marah. Kehidupanku terasa diuji.
Bagian paling enak dari SMA ini, tempat menenangkan untuk makan siang jam Istirahat tanpa diketahui oleh teman – teman satu kelas.
(¯¯¯¯...¯) ‘Lho? Tumben ada SMS..’ Pikirku curiga.
“Temui Kami di Kebun sekolah untuk piket bersama”

‘Teman sekelas? Oh, mungkin ini yang mereka bicarakan tadi. Piket bersama ya?’
Aku segera menuju kebun dengan senang. Kupikir mungkin aku akan dapat memperbaiki ‘hubungan teman’ dengan mereka.
”Lho? Belum ada yang datang? Apa mereka masih istirahat? Ya, sudah. Aku bersihkan duluan..”
(...trek) Aku menoleh. Pintu kebunnya tertutup? Padahal tadi tidak kututup. Aku berjalan cepat menuju pintu. Dengan perasaan deg – degan, aku menarik gagang pintu. Aku terkejut dan terhentak. Pintunya dikunci??? Aku menghela nafas untuk sabar. Aku dikerjai lagi? Tak lama kemudian ada suara benda jatuh dari pohon dan kali ini tidak mungkin aku dapat bersabar, aku menjerit dan berteriak. Air mataku mengalir. Phobiaku kambuh. Ular! Meskipun hanya bercanda, ini jelas keterlaluan! Lalu, penjaga kebun yang panik langsung membuka pintu kebun dan berlari ke arahku. Aku tak mampu berkata apa pun. Aku keluar kebun dengan lemas. Di depan pintu keluar kebun, 8 orang teman sekelasku tertawa terbahak – bahak. Aku tak dapat menahan emosiku, tapi juga tidak bisa meluapkan amarahku.
ööö
A
ku berlari sekencang – kencangnya, mengambil tas ku. Esoknya, Aku tidak datang ke sekolah. Aku bejalan – jalan tanpa tahu dimana dan mau kemana. Tujuanku adalah menghindar sejauh mungkin dari sekolah. Aku terkesima dengan pemandangan yang ada. Di suatu tempat yang agak terpencil. Hebat! Seakan ada di dalam Alice in wonderland.
(Prak) Sebuah buku terjatuh di sampingku. Tidak mungkin itu seperti Death note ‘kan. Mustahil. Apa isinya? Oh...  Diary ya? Haa... ! Mengecewakan... ! Kalau benar ada keajaiban. Semoga bisa menjadi orang lain saja. Menghapus namaku. Sehingga tidak ditemukan oleh mereka.
“Waaa... !!” teriakku kaget. Cahaya panas keluar dari buku itu. Apa sebenarnya itu? Perlahan cahaya tersebut menghilang. Syukurlah tidak terjadi apa – apa... ku usap keningku yang berkeringat. Cahaya matahari menembus tubuhku. Aku kembali dibuat terkejut! Bagaimana tubuhku menjadi transparan begini? Aku panik. Tidak tahu apa yang terjadi. Aku Istighfar terus – menerus. Dan berdo’a pada-Nya. Tubuhku kembali normal. Aku pulang ke rumah. Ibuku pasti telah khawatir. Menungguku pulang.
“Assalamualaikum, bu... Tasya pulang!”
“Wa’alaikumsalam... Tasya...” Ibu melirik dengan heran. Aku diam dengan reaksi dan tatapan Ibu yang seolah melihat orang asing.
“Siapa kamu?” tanya Ibu bingung. Suaraku tertahan. Diantara bingung dan panik. Ibu bukan tipe orang yang suka bercanda. Tidak mungkin dia membuat lelucon seperti ini. Lalu, seorang anak perempuan sebaya denganku masuk menghampiri.
“Assalamualakum, Ibu ada tamu,ya? Maaf Tasya telat. Tadi, Tasya beli buku Psikologi terbaru.” Ucap anak itu.
Aku terdiam membatu. Aku ketakutan. Tanpa sadar aku berlari. Berlari dari rumahku sendiri? Tidak dikenali oleh Ibuku sendiri? Siapa anak itu? Siapa sebenarnya aku? Siapa namaku?
Aku menangis sepanjang jalan. Tidak tahu apa yang akan kulakukan. Tidak tahu apa yang sedang terjadi.
ööö

No comments: